Akhirnya, saya punya waktu untuk menonton film
“Haji Backpacker” serta melanjutkan hobi menonton film Indonesia. Secara judul,
film ini cukup menarik karena membuat saya bertanya-tanya... Apa sih yang
disebut dengan istilah “haji backpacker”? Apa hubungannya kok gelar “haji” yang
dianggap suci di Indonesia malah bisa diselaraskan dengan kata backpacker? Apa
kisahnya bercerita tentang perjalanan seseorang ke tanah suci dengan cara
backpacker, mirip petualang-petualang seperti yang ada di televisi? Atau
gimana? Hal ini masih membingungkan saya ketika scene pertama yang muncul
adalah tentang penyanderaan dan sebuah pertanyaan yang cukup mengganggu,
yaitu... “Apakah kamu seorang Muslim?”.
Film ini bercerita tentang tokoh bernama Mada, seorang
pemuda yang mempunyai “luka” di masa lalu, sehingga dia lari dari kenyataan dan
tinggal di Thailand. Mada menghabiskan waktunya dengan mabuk-mabukan, serta
tidak menyayangi dirinya sendiri. Mada juga tak takut mati, karena dia merasa
bahwa hidupnya sudah tidak punya tujuan lagi. Makin ke tengah, film ini mulai
membeberkan tentang penyebab “luka”-nya Mada. Kenapa dia nggak mau pulang lagi
ke Indonesia? Kenapa dia marah dengan ayahnya? Serta kenapa Mada tidak mau
sholat, seakan-akan dia marah dengan Allah?
Menurut saya pribadi, film ini seperti gambaran
tentang pencarian jati diri seorang pemuda bernama Mada. Pencarian inilah yang
kemudian membawa Mada berkelana kemana-mana, hingga nyaris saja dia mati. Memang
agak membosankan di awal-awal, lantaran terlalu banyak “time lapse” yang
digambarkan sehingga ritme film menjadi lambat. Tapi makin ke belakang, ritme menonton
jadi enak setelah misteri tentang kenapa Mada “terluka” mulai terkuak.
Ada satu scene yang menjadi andalan saya di film
ini, yaitu, scene penyanderaan yang menjadi kuncian awal di film ini. Scene itu
ternyata membawa kita (penonton) “flashback” ke kisah hidup Mada sebelumnya. Hingga
kemudian saat scene kembali ke “back to present”, kita menjadi tahu latar
belakang kenapa Mada sampai disandera oleh orang yang terkesan seperti
“teroris”. Ternyata Mada diinterogasi oleh orang Iran karena dianggap sebagai
Mossad.
Di scene inilah klimaks yang buat saya pribadi
cukup menggetarkan hati, dimana Mada dipaksa membaca Al Qur’an, untuk membuktikan
bahwa dia muslim atau bukan? Jika Mada tidak bisa membaca Al Qur’an, maka Mada
akan dianggap sebagai Mossad dan dibunuh saat itu juga. Uniknya, dari awal
sampai scene menjelang akhir ini Mada tidak digambarkan bisa mengaji. Maka
penonton jadi penasaran, apa benar Mada ini bisa mengaji? Bayangkan, apa yang
ada di pikiranmu jika yang menimpa diri Mada juga menimpa dirimu sendiri? Kamu
di bawah todongan senjata harus membaca Al Qur’an untuk membuktikan bahwa kamu
muslim atau bukan. Jika tidak, maka... Dor! Senapan itu akan membunuhmu.
(Prambanan / Senin, 13 Oktober 2014 / 14.36 WIB)
Comments
Post a Comment