Mini Bioskop


Market dari panggung Oscar hingga ke Kampung


Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah minimarket. Kalo kita artikan dari Bahasa Inggris, berarti, minimarket itu adalah pasar kecil. Tapi kenyataannya, minimarket adalah retail dalam bentuk kecil (ingetin kalo salah). Yang pertama kali mempopulerkan ini adalah Indomaret, yang kemudian disusul oleh Alfamart. Tadinya Alfamart adalah grosir besar, berhubung persaingan rada berat semenjak kemunculan Giant dan Carrefour, Alfa berubah menjadi Alfamart seperti Indomaret. Gak ngerti apakah Indomaret itu dibuka pertama kali bulan maret atau bulan april, yang jelas, sekarang dimana-mana ada dua merek minimarket ini.

Konsep dagang yang dipakai sama 2 merek ini adalah franchise, semacam kerjasama memakai brand. Jadi si pemilik brand (alias merek) menawarkan ke yang punya tanah strategis, mau nggak dibikinin minimarket di situ? Kalo mau, kerjasama begini (kira-kira)... Tanah itu disewa selama 10 tahun, terus, yang bangun adalah pihak franchise begitu juga yang ngisi barang. Di sinilah aturan main dimulai, yang akan berujung pada... Kepemilikan gedung oleh si tuan tanah. Jadi selama 10 tahun itu pemilik merek numpang lapak, terus 10 tahun ke depan bangunan jadi milik si tuan tanah. Habis itu mau kerjasama lagi atau enggak, ya terserah kesepakatan selanjutnya. #SotoyDehPokoknya

Pertanyaannya... Bagaimana kalo konsep ini dipakai untuk penyebaran bioskop di tanah air? Dalam artian, ada merek dagang dari bioskop besar di Indonesia yang akan membuat “semacam minimarket” model Alfamart dan Indomaret. Nggak usah gede-gede kapasitasnya, mungkin 1 Mini Bioskop (kita sebutlah begini) berisi 25 kursi saja, syukur-syukur bisa 100 kursi (biar enak ngitungnya). Kalo franchise-nya adalah Cineplex 21, maka disebut Mini 21. Kalo franchise-nya dari Blitz, maka akan disebut MiniBlitz. Model-model gitulah pokoknya, yang penting jangan pakek merek rok mini ajah (takut kelupaan pakek sempak).

Dengan konsep begini, diharapkan bioskop akan dekat ke hati penonton. Apalagi kalo setiap kabupaten punya bioskop (kembali ke zaman dulu lagi), bukan tidak mungkin pendapatan negara dari film akan terdongkrak. Di Mini Bioskop ini nantinya akan ada jual-beli kamera, jual-beli DVD, sampai tempat kumpul komunitas film daerah. Jadi per 3 bulan sekali akan ada pemutaran film karya putra daerah kabupaten tersebut. Film yang laris di satu daerah, akan digandakan sehingga diputar di ibukota provinsi. Kalo di provinsi juga naik pendapatan penontonnya, maka film tersebut layak untuk diputar dalam tingkat nasional. Belajar dari film “Jelangkung” saja, karena laku copy film-nya pun digandakan dalam bentuk banyak.

Banyak hal yang didapat jika kita berhasil menerapkan konsep Mini Bioskop ini, salah satunya adalah menciptakan image bahwa daerah lebih keren daripada kota. Otomatis yang namanya urbanisasi akan berkurang karena siapa yang bermimpi menjadi selebriti bisa dimulai dari daerah.

Udah, begitu ajalah dulu. Kalo seneng syukur, kalo nggak ya ndak apa-apa. Yang penting saya nulis ini buat share aja, daripada ini tangan dipakek buat garukin pantat muluk.


Grup Facebook Bioskop Indonesia
142 Group Film (Facebook) in Indonesia


(Gelumbang, 9 Agustus 2014)





Comments