Festival Film Box Office Indonesia


Oleh Wurry Parluten

Melihat data penonton Indonesia yang terlihat sedikit sekali, membuktikan bahwa memang orang-orang enggan datang ke bioskop untuk menonton film kita. Banyak yang komentar, terutama masalah ide cerita yang nggak berkembang-lah, film kita didominasi oleh horor-lah, macam-macam.

Tipe yang sama ketika dulu orang-orang mencemooh saat film bertema seks booming di negeri ini. Padahal masalah film seks booming, lantaran orang lagi heboh dengan kemunculan TV swasta. Mereka berfikir, kalau dengan membeli antena UHF kami satu rumah bisa nonton film macam-macam, kenapa harus jauh-jauh datang bioskop?


Sebenarnya film masih bisa memiliki daya tarik. Sebagai contoh tahun kemarin saja (2012), ada 3 film yang cukup fenomenal. Habibie Ainun, 5 cm, The Raid. Ketiganya punya gaya yang berbeda sehingga menarik minat penonton untuk datang ke bioskop. Satu pertanyaan menarik, bagaimana caranya agar jumlah penonton film Indonesia itu tetap stabil? Paling tidak di data penonton tuh terpampang, 10 besar data penonton film Indonesia angkanya jutaan.

Hari ini saya nge-tweet sambil ngalor-ngidul nggak jelas, sekedar berkicau seperti kebanyakan anak zaman sekarang. Ternyata saya menemukan ide tentang Festival Film Box Office Indonesia. Festival ini adalah jenis festival yang beda dari biasanya, karena film-film yang akan masuk nominasi adalah, khusus film box office.

Katakanlah yang masuk nominasi ada 24 film (diambil dari 24 besar film box office Indonesia), yang akan diseleksi sesuai kategori masing-masing. Macam-macam kategorinya pun beda dari biasanya. Kalau biasanya terdiri dari film terbaik, sutradara terbaik, aktris/aktor terbaik, kali ini namanya berbeda. Misal film terlaris, aktor/aktris terlaris, pokoknya ukurannya serba terlaris.


Terus ada juga penghargaan buat kota-kota yang punya potensi penonton paling banyak. Hitungannya persentase. Jadi meskipun Jakarta jumlah penduduknya paling banyak di Indonesia, belum tentu secara persentase, jumlah penontonnya banyak dibanding kota lain di Indonesia. Jadi bisa menjadi tolak ukur bagi perkembangan film di daerah juga.

Inti dari festival ini adalah, membuat semacam kompetisi agar filmaker (anggap hitungannya termasuk Produser, ya) tidak hanya memikirkan masalah membuat film, tapi juga memikirkan masalah, bagaimana agar film-nya laku. Ujungnya mereka akan berlomba-lomba membuat film supaya bisa memancing penonton agar datang ke bioskop. Soalnya tidak bisa dipungkiri, kalau filmnya laris berarti filmaker-nya juga akan laris, keuntungan juga kan buat filmaker? Sederhananya kan begitu. Jadi murni festival ini akan melihat film dari sudut pandang ekonomi.

Kira-kira beginilah pandangan dari saya. Dengan harapan, mungkin cara ini akan bisa memancing jumlah penonton Indonesia. Kalau perlu bisa mengalahkan box office Amerika. Why not?

Comments