Jenderal Luten |
Kemaren pagi saya ke Pasar Pagi Desa Gelumbang, ya iyalah, emang Mangga Dua doang yang
punya Pasar Pagi. Di sana saya bertemu dengan Wak Nungcik, yang tak lain adalah
Ojek Senior di kampung kami. Seperti
biasa, bertemu dengan sesepuh saya cium tangan dulu. Karena walau bagaimanapun,
Wak Nungcik termasuk bagian dari sejarah hidup saya. Dulu dia yang suka
mengantar Yai (panggilan untuk kakek) kemana pun pergi. Mulai dari menjenguk
pasien sakit di desa pedalaman, sampai mengantar sholat jum’at. Karena
kedekatan inilah Yai menganggap Wak Nungcik sudah bagian dari kehidupan kami.
Usia Wak Nungcik ini sekarang 72 tahun, tapi dia
tetap memilih untuk jadi Pengojek. Di sinilah saya jadi mikir, salut, dedikasi
Wak Nungcik ini terhadap pekerjaannya luar biasa. Mulai dari sini saya ingat
akan film-film luar negeri dimana mereka mencintai pekerjaannya. Betapa
pentingnya pekerjaan itu, sehingga mereka profesional sekali. Mulai dari petani
seperti yang ada di film Studio Ghibli, lalu ada Penjual Bunga seperti di film
Amelie, dsb (tolong diralat kalo ada yang meleset). Cerita film-film itu sangat
keseharian dan dekat dengan kehidupan kita. Maka wajar akhir-akhir ini drama
Korea begitu memikat, karena cerita yang dihadirkan dekat dengan keseharian.
Dedikasi Wak Nungcik dengan pekerjaan ini bisa
didengar dari gaya dia bercerita. Mulai dari mengantar Koramil menangkap
penjahat kelas kakap (zaman itu), sampai mengantar penumpang ke tempat yang
jauh. Zaman itu mobil belum banyak, jadi motor Wak Nungcik adalah pilihan. Lagian bis (zaman itu) juga suka ngetem, jadi lebih lama sampai ke tujuan. Jika
dibandingkan dengan sekarang dimana motor sudah bejibun, Wak Nungcik tetap
eksis dengan pekerjaannya sebagai Pengojek. Gak keren emang, tapi unik.
Omong-omong tentang pekerjaan, terkadang kita
ingin punya kerja yang enak dengan gaji yang besar. Tapi bukan itu sebenarnya
inti dari pekerjaan, intinya adalah, bagaimana kita bisa mencintai pekerjaan
tersebut? Belajar dari Wak Nungcik jadi sadar bahwa intinya adalah “bertahan
hidup”. Jadi inget lagi film lama (lupa judulnya) yang bercerita tentang
seorang pemadam kebakaran tapi dia punya saham di sebuah perusahaan. Kalo gak
sibuk, dia ngecek kembali saham yang dia punya. Kebayang, kan? Gimana kalo
seorang tukang ojek biasa tiba-tiba punya saham, sebagai contoh BASIC STORY...
Namanya Nungcik, dia adalah tukang ojek yang
berusia 25 tahun. Belum menikah, tapi sudah punya saham di sebuah perusahaan
besar, katakanlah perusahaan motor. Nggak ada yang tau bahwa dia salah satu
pemilik saham di situ, anggaplah kepemilikian sahamnya kecil hanya 5%. Tapi
saham 5% untuk perusahaan kelas multinasional kan gila juga? Hingga suatu kali
ada seorang gadis, mungkin menejer dari perusahaan tersebut yang simpati
kepadanya. Sampai kemudian gadis itu terkejut, ojek yang suka mengantarnya
selama ini ternyata pemilik perusahaan tempat dia bekerja. Mulai deh, cinta
bersemi di sini.
Pesan yang ingin disampaikan dari kisah model
begini adalah, apapun pekerjaanmu, cintailah! Yang penting kan bukan
pekerjaannya, tapi bagaimana dengan pekerjaan itu kamu bisa berguna untuk orang
banyak.
(Gelumbang, 22 Juli 2014)
Comments
Post a Comment