Kemarin (16/1/2014) saya bertemu teman-teman yang
datang dari Papua, mereka adalah Om Ipong dan Bang
Viktor. Sekalian temu kangen setelah acara Piala Vidya 2013, kami sedikit membahas tentang dibukanya XXI Jayapura.
Cerita punya cerita, ternyata di Jayapura sudah
lama tidak ada bioskop. Dulu memang ada, tapi sempat hilang sampai dibuka XXI
tersebut pada bulan Desember 2013 kemaren. Yang unik dari obrolan ini adalah, masyarakat Papua belum
semua tau tentang konsep cineplex dimana bioskop terdiri dari beberapa studio
(menurut info begitu). Maka saya pun menjelaskan begini...
Saya mulai dari program #1001TiketFilmIndonesia
yang sudah memasuki film ke-40. Program ini adalah cara saya membiasakan diri untuk giat menonton
film-film Indonesia. Teorinya sih sederhana, kalo rajin nonton film Indonesia berarti cinta sama Indonesia. Enak
ngomongnya begitu, yaaa... paling nggak mendukung produksi dalam negeri.
Habis itu saya pun menjelaskan tentang konsep
bioskop yang ada di bawah grup 21. Saya pilih ini, karena dia mempunyai jaringan
bioskop paling luas di Indonesia. Seingat saya dulu yang namanya cineplex itu
adalah konsep bioskop yang jumlah kursinya lebih sedikit dari konsep bioskop
sebelumnya. Kalo dulu bioskop bisa berjumlah 500-an kursi, tapi kalo di tiap
studio cineplex rata-rata berkisar 200-an naik turun (anggap saja begitu).
Tergantung space yang disediakan oleh pihak pusat perbelanjaan.
Balik lagi, kenapa jumlah kursinya jadi lebih
sedikit, lalu dibagi jadi beberapa studio? Agar ketika penonton datang ke
bioskop, mereka punya pilihan untuk menonton film. Jadi kalo ada satu keluarga
datang ke bioskop, bayangannya jadi begini... Bapaknya nonton film action, ibunya nonton film drama, anaknya nonton
film SU alias untuk Semua Umur. Kenapa grup 21 kebanyakan ada di pusat
perbelanjaan? Biar yang capek belanja mingguan/bulanan bisa nonton ke bioskop.
Gara-gara obrolan inilah saya jadi mikir, kalo
gitu, mungkin ke depan akan ada konsep bioskop yang lebih kecil lagi, ya? Tapi
perasaan dulu ada yang namanya Home Theater, yang jumlah kursinya lebih
sedikit. Kenapa nggak jalan, ya? Mungkin yang jadi masalah adalah, banyak home
theater memutar film-film yang berasal dari DVD bajakan, hal ini membuat pihak
Pemilik Film jadi rugi. Belum lagi teknologi home theater sekarang sudah bisa
masuk ke rumah-rumah dengan harga yang terjangkau.
Tapi walau bagaimana pun, kita tetap butuh bioskop.
Bioskop adalah tempat kita memanjakan diri untuk menonton film dengan kualitas
bagus. Semestinya ke depan bioskop bukan hanya jadi tempat menonton film, tapi bioskop adalah tempat bagi moviemakers dan penontonnya
bertemu. Bukan tidak mungkin dengan pertemuan itu, menghasilkan karya-karya
baru yang akan memperkaya keaneka-ragaman film-film Indonesia.
(Sekitaran Rumah Sakit Islam Pondok Kopi, 18 Januari
2014)
Comments
Post a Comment