Pelajaran Setelah Nonton Laskar Pelangi Edensor


Selain pengalaman nonton di XXI Palembang Square, pelajaran yang saya dapat usai menonton film ini adalah sebuah kalimat... Bahwa seperti itu kalau kita berkuliah di luar negeri, sama kayak pengalaman saya nonton film 99 Cahaya di Langit Eropa dan Habibie Ainun. Sebuah catatan tentang kuliah di luar negeri itu nggak semudah yang dibayangkan. Pertanyaan yang paling sering muncul adalah... Bagaimana caranya bertahan hidup? Yang unik, di film ini gambaran tentang bertahan hidup di luar negeri cukup tergambar jelas.

Lalu saya suka sama cinta Ikal kepada Katya. Saya kok merasa bahwa film ini ya... Gue bangets. Gambaran jatuh cinta seperti Ikal inilah yang menarik. Ikal kayak membuktikan, bahkan perempuan tercantik di luar negeri sekali pun nggak bisa menaklukkan cinta pemuda Indonesia. Cinta yang sakral, beda dengan cinta sekedar kobel-kobelan, cipokan, klamut-klamutan, bahkan kenyot-kenyotan. Satu kata dari Katya yang saya suka... Naif. Tapi whatever-lah, mo dibilang naif. Buat saya yang seperti ini keren.

Karena di film ini fokus perhatian saya ke Ikal, maka yang akan saya bahas adalah tentang karakter inspiratif. Saya akan membandingkan film ini dengan karya terakhir Almarhum Misbach Yusa Biran, yang berjudul Cinta Suci Zahrana. Di film itu ada karakter bernama Hasan, yang buat saya memiliki gestur (bahasa tubuh) luar biasa. Kenapa bisa begitu? Karena dia bisa mewakili tokoh santun dan khas Indonesia. Tokoh seperti ini sangat inspiratif menurut saya. Tokoh yang bisa menjadi panutan untuk masyarakat Indonesia. Nggak maen nyosor aja kayak bebek keselek obeng.

Dalam menciptakan karakter inspiratif, tentu movers (moviemakers) punya scene (adegan) andalan. Yang unik, setiap penonton punya scene andalan masing-masing saat menonton. Kalo di Zahrana, saya suka scene terakhir saat karakter Hasan dan Zahrana duduk berdua di pondok. Walau pun mereka sudah menikah, tapi mereka tidak menunjukkan ke orang-orang kemesraan itu. Mereka tidak mau mempertontonkan kemesraan mereka ke orang banyak. Cukup mereka saja yang tahu.

Jujur saja, saya belum tentu mampu seperti itu. Maka beruntunglah saya belajar dari film tersebut, dan bersyukurlah mereka yang punya karakter seperti Hasan. Maksudnya, bukan bener-bener harus kayak dia, tapi mengambil sisi positifnya.

Tapi kalau saya bandingkan dengan scene andalan saya di film Edensor ini, unik lagi. Saat Ikal putus sama Katya, saat itu pulalah Ikal mengecup kening Katya. Sebuah kecupan yang terasa manis dan bikin Katya berkata... Kenapa saat kita udah putus, kamu justru mencium saya? Bayangkan, cewek bule sampe bisa ngomong kayak gitu! Berarti Ikal hebat banget, kan?

Buat saya, gaya Ikal pacaran dengan Katya inilah yang elegan. Sebuah kecupan di kening itu meninggalkan bekas yang sangat dalam, menurut orang yang ngajarin saya dulu begitu. Tapi emang bener, kok. Cobain aja kalo nggak percaya! Tapi ngecupnya ke kening kambing, ya!

Kesimpulan... Baik Hasan-Zahrana maupun Ikal-Katya, buat saya punya gaya cinta yang unik. Gaya cinta yang menggambarkan tentang... Betapa indahnya orang Indonesia memandang cinta.


Comments