Catatan Setelah Menonton Film Rumah Kentang



Ceritanya, waktu kemaren di Jakarta saya nggak sengaja mampir ke bioskop Buaran Theater. Sekalian nostalgia waktu dulu tinggal di sekitaran Rumah Sakit Islam, Pondok Kopi. Ternyata bioskopnya masih ada, saat itu sedang memutar film Rumah Kentang. Ini adalah film tahun 2012, produksi Soraya Intercine Films. Sementara saya menonton itu di bioskop, akhir tahun 2013 (13 Desember 2013). Jadi mikir, ternyata tidak semua orang tahu tentang informasi update perfilman yang baru rilis. Selama belum ada di Televisi, berarti film itu masih baru.

Saya telpon istri saya, saya bilang, saya nonton Rumah Kentang di Buaran Theater. Istri saya bilang... Oh, yang maen Sandy Aulia, kan? Saya juga baru tau kalo yang maen dia. Terakhir saya nonton film yang dibintangi Sandy berjudul 308. Di situ Sandy masih bersuara khas yang bikin saya mikir, ini anak memang salah satu kelebihannya ada di suara. Menurut saya, satu-satunya pesaing Sandy yang punya suara khas dan keren adalah Shireen Sungkar. Mereka berdua memang punya suara unik yang susah kalo disamain dengan yang lain. Kalo kata adik saya, suara mereka ini mirip kayak anak kecil.

Secara judul sudah ketahuan bahwa ini adalah film horor. Mungkin karena saya sebelumnya sudah nonton film 308, suasana di film ini jadi kurang mencekam. Kalo kata saya film ini masih kurang dalam hal membangun ketegangan. Sepanjang saya menjalani program #1001TiketFilmIndonesia, saya baru nemu 2 film yang bagus dalam hal membangun ketegangan. Yang pertama, Kemasukan Setan. Yang kedua, 308. Bagus untuk pembelajaran mereka yang punya mimpi untuk membuat film horor.

Tapi metode yang dipakai Mas Jose Purnomo di film ini saya suka. Membuat film horor dengan setting fokus di satu tempat. Sama halnya dengan Ferdinand saat membuat Rumah Angker Pondok Indah. Kalau di luar, gaya seperti ini pernah saya tonton di film The Others, Lady in The Water, bahkan film lawas Hithcock yang berjudul Rear Windows.

Ada satu catatan yang menarik selama menonton film horor ini, yaitu saat adegan sebuah keluarga yang ngotot ingin beli rumah tersebut. Adegan itu adalah adegon humor, dan memang dapat. Saya jadi ingat saat membuat FTV Ghost untuk MD Entertainment. Pada saat itu saya diskusi dengan Aviv Elham yang intinya, memang di Indonesia kalau membuat film horor musti ada adegan lucu-lucuannya. Tradisi ini ada semenjak jaman duet Dorman Borisman dan Bokir di film Suzanna. Bahkan film horor terbaru yang box office (Taman Lawang) juga memakai tradisi seperti itu. Hal ini nggak bisa dipungkiri bahwa penonton kita suka dengan gaya horor yang saya sebut dengan istilah... Lucu-Lucu Ngeri.

Sekedar mengingatkan, saat dulu Srimulat ada di Indosiar, justru yang rating adalah bagian horor (tayangan malam jum’at kalo nggak salah). Adegannya seperti biasa, salah satu anggota sombong sambil bilang...

GOGON:
Mana hantunya? Kalo ketemu saya pites-pites!

Sementara di belakang hantunya udah berdiri siap menerkam. Yang diajak ngomong sama Gogon ketakutan sambil nunjuk ke belakang Gogon. Sementara penonton ketawa sambil ngeri-ngeri. Pas Gogon noleh ke belakang, hantunya tetap sembunyi di belakang Gogon. Hingga akhirnya muka mereka bertemu sehingga Gogon speechless.

Ini adalah tradisi horor kita yang menurut saya unik. Atau kayak trio warkop di Setan Kredit, yang menyangka bahwa dia megang batang pohon. Padahal bukan, dia megang pocong (Sori, adegan persisnya lupa-lupa inget. Tapi kira-kira beginilah bayangannya). Penonton dibuat ngeri, sementara tokoh itu nggak sadar bahwa dia berurusan dengan hantu.

Kesimpulan saya... Memang paling unik membuat film horor yang bisa bikin kita jadi...

#LucuLucuNgeri


Comments