Belajar Dari Sirkus


Tadi habis jalan-jalan dari Lembah Hijau (Bandar Lampung), saya kok punya pertanyaan begini, kenapa keluarga (yang jalan-jalan dengan 2 mobil) lebih memilih menonton sirkus ketimbang bioskop? Padahal hari ini yang tayang ada film Slank Nggak Ada Matinya, Soekarno, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan 99 Cahaya di Langit Eropa. Pertanyaan ini membuat saya merenung saat tiba di lokasi pertunjukan sirkus. Ternyata, segmen liburan sekolah itu belum tentu diisi oleh tontonan keluarga, dalam hal ini untuk kategori SU (Semua Umur).


Selain itu, yang membuat kami memutuskan untuk menonton sirkus adalah... Bioskop itu selalu ada setiap minggu, sementara sirkus belum tentu ada. Sirkus ini adalah jenis pertunjukan keliling, yang dengan sengaja menetap di suatu tempat dalam kurun waktu tertentu. Saya tadi ambil brosurnya dan mengecek bahwa mereka mengadakan pertunjukan selama sebulan (mulai tanggal 19 desember 2013 – 19 januari 2013). Jadwalnya senin-kamis pertunjukan sekali (19.30), lalu jum’at dua kali (18.30 dan 20.30), terus hari sabtu tiga kali (14.00, 18.30, 20.30), serta minggu empat kali (11.00, 14.00, 18.30 dan 20.30).


Harga tiketnya juga bervariasi. Untuk kelas ekonomi harganya 25.000, lalu kelas 1 harganya 35.000, terus kelas utama 60.000 rupiah. Kemudian ada VIP dengan harga 100.000, lantas ada VVIP yang harganya 125.000 rupiah. Karena kami berhati mulia, maka kami memilih tiket dengan harga ekonomi. Alasan pertama karena merakyat, alasan kedua memang adanya segitu ya mo gimana lage? Udah bisa nonton aja untung, masih aja protes.


Untuk menonton saja kami musti dua kali antri. Yang pertama antri saat membeli tiket, yang kedua antri saat hendak masuk. Kebayang gimana anak-anak dalam kondisi itu, mereka bahkan sudah letih duluan. Tapi saya coba memberi semangat, antri seperti ini akan terbayar kalau sudah menonton sirkus di dalam. Saya belum tahu yang akan ditonton itu apa, karena sudah lama banget nggak nonton sirkus. Tapi anak-anak setahun lalu sudah nonton di Palembang, dan mereka yakin kalau yang akan mereka tonton ini sama. Penyelenggara menyediakan berbagai macam stan agar pengunjung nggak bosen selama menunggu giliran masuk. Tapi sayang stan-nya kurang banyak, jadi konsentrasi penonton banyak ke pintu masuk. Saat inilah saya berfikir, andai antrian seperti ini ada di bioskop lebih seru lagi ngkale, ya?


Saat masuk ke dalam dan berada di kelas ekonomi saya berfikir, gila, menonton sirkus itu posisinya lingkaran. Kita mengelilingi arena yang berbentuk bulat. Kelas paling mahal berada di posisi paling dekat, sementara kelas paling murah berada di posisi paling jauh. Tempat duduknya pun beda. Kami duduk di kayu semacam level gitu, sementara kelas utama di kursi yang agak nyaman. Di sinilah saya jadi mikir, apa di bioskop mustinya begitu, ya? Jadi yang bayarnya lebih mahal mendapat posisi nonton lebih enak, sementara yang bayar lebih murah nontonnya di posisi paling nggak enak (kayak paling depan dekat layar).


Tapi gimana bentuk layarnya kalo posisi panggung bioskopnya berbentuk bulat seperti sirkus ini?




Comments