Apa Untungnya Nonton Film di Bioskop?

http://on.fb.me/1bZqkki

Menonton film di Bioskop adalah rutinitas yang bikin males. Kenapa? Karena toh di TV aja ada film, ngapain pakek acara nonton bioskop segala? Terus belum tentu juga apa yang kita tonton itu berguna untuk diri kita. Soalnya banyak film-film di bioskop yang nggak ada untungnya juga buat ditonton. Kasarnya begitu.

Tapi kok… Setelah 33 film saya tonton selama kurang-lebih 3 bulan ini, saya jadi mikir, ada banyak yang saya dapat dengan menonton film di bioskop. Kenapa? Soalnya saya lebih mengenal keunikan cerita Indonesia melalui film-filmnya.

Katakanlah di film 99 Cahaya di Langit Eropa, dari situ saya jadi tahu tentang kehidupan mahasiswa kita kalo belajar di luar negeri. Ternyata nggak semudah yang dibayangkan, lho. Mereka juga nggak bermewah-mewah seperti yang ada di beberapa film kita. Kebayang zaman dulu kalo liat Film Cerita Akhir Pekan di TVRI, suka ada tuh kehidupan orang-orang kaya Jakarta yang anaknya baru selesai kuliah dari luar negeri. Dijamin deh, mereka yang baru pulang kuliah dari luar negeri bakal punya masa depan cerah. Bakal hebat. Tapi sekarang kayaknya mengalami pergeseran.

Terus di film Air Mata Terakhir Bunda, saya mengalami proses identifikasi dengan tokoh Delta yang diperankan oleh Vino Bastian. Menonton film ini seperti membangkitkan alam bawah sadar saya, kok ceritanya ada yang mirip-mirip sama kehidupan saya, ya? Uniknya, saya yakin bukan saya saja yang mengalami ini. Para anak laki-laki yang suka bandel sama ibunya juga. Di sini saya menilai, semakin universal nilai cerita kita maka akan semakin luas kalangan penontonnya. Maka sudah sepantasnya film itu laku, kalau menurut saya sih begitu.

Terus waktu menonton Manusia Setengah Salmon, saya merasa bahwa sebagai penulis (maksudnya dulu) suka mengalami hal-hal lucu kayak gitu. Seperti fantasi yang berlebihan, terus dikejar-kejar deadline kemana pun kita pergi. Sang penagih deadline selalu muncul dan nagih tulisan. Tertekan, ngenes, tapi lucu. Yang begini nih, yang bikin saya ngakak-ngakak sama penonton lain satu bioskop waktu itu.

Terus waktu menonton film Make Money. Saya jadi inget, bahwa saya punya saudara laki-laki. Hubungan saya ke ayah saya kok ya sama seperti yang ada di film itu? Gampangnya, saya adalah anak yang susah untuk dipercaya. Mungkin karena saya keliatan slengean, nggak jelas arah hidupnya, pokoknya payah. Tapi saya suka cerita di film itu, dimana si anak berhasil mandiri setelah sebelumnya jatuh dan tidak punya apa-apa.

Bahkan film horor sekelas Kemasukan Setan pun bikin saya belajar. Bahwa jangan tengil mau naklukin setan, kalo kita sendiri nggak siap menghadapi resikonya. Karena kalo kita tengil, kita suka kesetanan dan mungkin bisa membunuh orang. Inilah yang membuat saya mikir, mungkin itu salah satu yang jadi penyebab, kenapa orang-orang itu jadi kesetanan saat membunuh.

Terus film Sagarmatha yang menurut saya punya gaya yang unik dalam penceritaan. Ternyata di ujung film, saya jadi ngeh bahwa tokoh yang diperankan Nadine itu melakukan perjalanan sendirian. Itu menurut kesimpulan saya, lho. Ini salah satu film yang twist ceritanya paling oke kalo menurut saya. Nggak ada yang nyangka kalo sepanjang film Nadine melakukan perjalanan dengan bayangan almarhumah sahabatnya.

Sokola Rimba, mengajarkan kepada saya gimana rasanya jadi orang yang mengabdikan hidupnya untuk mendidik. Nggak peduli bayaran, nggak peduli lokasinya di pedalaman, semua yang dilakukan atas dasar panggilan hati. Unik, nih. Satu contoh yang patut ditiru bagi mereka yang memang panggilan hidupnya untuk mengabdikan diri dengan cara mendidik.

Dan masih banyak film-film lain yang menarik. Tapi satu catatan saya selama menonton 33 film adalah... Film itu disebut bagus kalau kita yang menonton terhanyut ke dalam cerita yang ada di dalamnya. Kita masuk ke dalam tokoh, lalu bersama dia kita belajar mengenai hidup. Kita gak sempat mikir dan mempertanyakan elemen yang ada di dalam film. Karena kita sudah menyatu dengan film tersebut.

Gak jadi males deh, buat dateng ke bioskop.

;-)



Comments