UMR adalah kepanjangan dari Upah Minimum Regional,
atau gampangnya standar upah bagi para pegawai, karyawan atau buruh di Indonesia. Standar upah ini
ada di... Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum. Saya nggak
sengaja baca ini, tentang standar UMR
yang ada di Indonesia. Apa ini akurat atau enggak, saya belum tau. Tapi bisa
kebayanglah, kira-kira seperti itu penetapan standar UMR di tiap-tiap provinsi
di negara kita ini. Soalnya setiap provinsi mempunyai standar upah sendiri.
Apa hubungannya standar UMR dengan tiket film
Indonesia di bioskop? Kita misalkan untuk provinsi Sumatera Selatan. Bagaimana
menghitung kemungkinan peluang penjualan tiket dengan UMR sebesar Rp.1.350.000,-
(satu juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah).
Jika 10% saja dipakai guna datang ke bioskop untuk
menonton Film Indonesia maka hitungannya Rp.
135.000,- (seratus tiga puluh lima ribu rupiah). Apa benar kita mau
mengeluarkan 10 persen dari pendapatan hanya untuk menonton film Indonesia di
bioskop? Sementara kita musti bersaing dengan film-film asing yang menampilkan
tontonan memukau.
Di atas hitungan alternatif pertama, sedang di
bawah ini adalah alternatif kedua. Bagaimana caranya tiap orang di suatu kota
mau datang ke bioskop minimal membeli tiket 2 saja per bulan? Untuk Palembang,
katakanlah harga tiket diambil dari yang termurah di bioskop 21 Internasional Plaza. Tiket termurah Rp. 25.000,- untuk hari Senin s/d
Kamis. Katakanlah dia bisa menonton 2
film Indonesia tiap bulan dengan bujet sebesar 50.000 rupiah. Maka kita
kalikan dengan 10% penduduk kota Palembang yang jumlahnya ada 1.708.413 jiwa. Bulatkan
saja menjadi 1.500.000 jiwa yang 10% -nya adalah 150.000, maka...
150.000 x 50.000 = 7.500.000.000
Berarti kalau kita mendapat penonton 10% dari
penduduk Palembang saja bisa mendapatkan pendapatan dari tiket sebanyak 7,5
milyar. Dibagi 3 bioskop, maka hasilnya masing-masing bioskop adalah 2,5
milyar. Dibagi pajak pendapatan daerah, produser, maka pengusaha bioskop
mendapatkan keuntungan sebesar... Sekitar 833 juta rupiah (dibulatkan jadi 800
juta).
Itu untuk satu film, lalu bagaimana jika produksi
filmnya sebulan 2 kali? Bagaimana kalau film yang ditayangkan di tiap bioskop
di daerah itu 2 kali rilis adalah film lokal? Artinya ada jatah 2 film lokal
untuk rilis di tiap daerah, setiap bulan? Dengan bahasa lokal, dengan pemaen lokal, dengan massa penonton film Indonesia
(Pofin) lokal. Orang daerah pasti lebih memilih tayangan lokal ketimbang
tayangan nasional. Logikanya sih begitu. Tinggal bagaimana cara mengemas
promosi sehingga bisa maksimal penontonnya.
Ada yang salah nggak nih hitungannya?
Nontonnya ama wedok, dong....
ReplyDeleteYang jadi pertanyaan gw, kenapa pada tertawa saat Zainuddin menangis?
Kalo satu bahasa daerah di Indonesia diwakili sama satu film, maka, akan berapa banyak film yang dibuat? Orang Indonesia itu kaya akan bahasa daerah.
ReplyDelete