FOTOGRAFI DALAM SEJARAH ISLAM


Oleh: Rinaldi

Mungkin bagi kebanyakan kita, fotografi mungkin hanya sekedar menjepret kamera saja. Namun jika kita pelajari, ternyata terdapat fakta mengejutkan dalam perjalanan perkembangan ilmu fotografi. Manusia mulai mengetahui prinsip yang berkaitan dengan fotografi sekitar tahun 300 sebelum masehi atau sejak jaman Yunani kuno. Pada jaman awal fotografi, manusia lebih memberi perhatian kepada upaya-upaya penciptaan kamera. Kemudian pesatnya perkembangan ilmu fotografi di dunia barat dimulai dari penemuan pengetahuan tentang ciri-ciri optik (lensa kamera) dan cahaya oleh seorang cendekiawan Muslim abad pertengahan yang dikenal di dunia barat dengan sebutan Alhazen.

Abu Ali Al Hasan Al Haytam alias Ibnu Haytam alias Alhazen adalah seorang cendekiawan Muslim asal Irak yang hidup pada tahun 965-1040 Masehi. Ibnu Haytam dianggap sebagai Bapak Optik Modern dan intelektualitasnya diakui oleh sarjana Barat. Pada sekitar tahun 1000 masehi, Ibnu Haytham telah menciptakan kamera obscura dan telah menerangkan secara ilmiah tentang kamera obscura, sifat cahaya dan beberapa hal penting tentang optik. Hasil penelitian dan penemuan Ibnu Haytam inilah yang menginspirasi perkembangan fotografi di dunia barat sana. Karya tulis fenomenal Ibnu Haytam yang berpengauh signifikan terhadap dunia fotografi di Barat adalah Kitab Al-Manazir (Book of Optics) yang terdiri dari 7 jilid buku tebal. Buku ini ditulis sekitar tahun 1011 – 1021 Masehi. Dalam melakukan eksperimennya, Ibnu Haytam menggunakan pendekatan matematika-fisika sehingga mampu menciptakan teori tentang pencahayaan (lighting) dan warna.

Dalam Kitab Al-Manazir, Ibnu Haytam menjelaskan bahwa terdapat 2 jenis cahaya: cahaya utama dan cahaya sekunder. Cahaya utama lebih kuat daripada cahaya sekunder. Dalam hubungannya dengan pencahayaan, Lindberg menggambarkan pemaparan Ibnu Haytam sebagai berikut: the essential form of light comes from selfluminous bodies and accidental light comes from objects that obtain and emit light from those selfluminous bodies. Primary light comes from selflumious bodies and secondary light is the light that comes from accidental objects.Selanjutnya dalam Complete Dictionary of Scientific Biography terdapat pernyataan Ibnu Haytam sebagai berikut: Accidental light can only exist if there is a source of primary light. Both primary and secondary light travel in straight lines. He says transparency is a characteristic of those bodies that transmit light through them, such as air and water, although no body can completely transmit light or be entirely transparent. Opaque objects are those through which light cannot pass through directly, although there are degrees of opaqueness and transparency in an object which determine how much light can actually pass through. Opaque objects are struck with light and can become luminous bodies themselves which radiate secondary light. Light can be refracted by going through partially transparent objects and can also be reflected by striking smooth objects such as mirrors, travelling in straight lines in both cases.

Ibnu Haytam banyak melakukan eksperimen tentang optik untuk membuktikan pendapatnya tentang cahaya. Beliau juga meyakini bahwa warna juga berperilaku seperti cahaya yaitu memiliki kualitas yang berbeda bentuk dan bergerak dari setiap titik pada benda apapun dalam garis lurus. Melalui eksperimennya, Ibnu Haytam pun menyimpulkan bahwa warna tidak dapat hidup tanpa udara. Hasil kajian dan penemuan Ibnu Haytam ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh ilmuwan barat, termasuk dalam dunia fotografi.

Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Book_of_Optics
Lindberg, David C, The Beginnings of Western Science, Chicago: The University of Chicago Press, 1992.
Complete Dictionary of Scientific Biography. “Ibn Al-Haytham, Abū ʿAlī Al-Ḥasan Ibn Al-Ḥasan”. Gale Virtual Reference Library.

Comments