Catatan Gua Kelar Nonton Sokola Rimba

http://on.fb.me/1bMpyDo


Sebel banget gue sama film ini. Bukan apa-apa, di awal gue ngebayangin bahwa film ini bakal seru, bakal heboh, nggak taunya ngomongin tentang Butet Manurung. Gue kan ngarepinnya film anak-anak, bukan film tentang Butet. Tapi ya mau gimana lagi, Prisia Nasution kan manis. Yaaa... Apa boleh buat, deh. Nikmatin ajah!

Emang dari beberapa minggu lalu gue janjian sama Nyonya. Ceritanya begini... Gue pengen anak-anak sama Nyonya nonton film ini. Gue pengen banget mereka menonton cerita tentang guru yang mengabdi di pedalaman Jambi. Ternyata kejadian bener. Nyonya sama anak-anak nonton Sokola Rimba di 21 Internasional Plaza, Palembang. Sementara gue nonton di 21 Arion, Rawamangun. Jamnya duluan mereka, soalnya gue telat dan baru bisa masuk pas tayangan kedua.

Semangat banget nih gue, soalnya mau membandingkan apa yang mereka dapat dengan apa yang gue dapat. Ternyata di awal-awal film gue sempet mikir, ini film kategorinya untuk Semua Umur (SU) atau bukan, sih? Kok ngomongin konflik orang-orang dewasa? Karena setahu gue, bicara tentang film anak-anak, berarti ceritanya dari sudut pandang anak-anak, dong. Gampangnya, ngapain coba anak-anak tahu masalah konflik kelapa sawit segala? Konflik penebangan liar. Mana gaya penggarapannya setengah dokumenter pulak.

Namun tiba-tiba, di bagian akhir gue mulai merasakan ada yang beda dengan kisah ini. Pelan-pelan mata gue mulai berkaca-kaca. Makin ke belakang, gak sadar air mata ini meleleh. Alamaaak, kok jadi kebawa gini, ya?

Sekarang gue nyadar, bahwa memang tipe penggarapan film ini mungkin beda dari biasanya. Gue jadi inget film Cast Away, yang bagian di awal pulau terkesan dokumenter banget. Tapi ke belakang, mewek-mewek deh.

Jadi kalo ditanya gimana tanggapan gue usai menonton film ini? Gue bilang sih, ini adalah film kedua yang berhasil bikin gue mewek. Setelah film Air Mata Terakhir Bunda.

#Cengeng #Hiks #Hiks

Link di twitter pas nonton Sokola Rimba.



Comments