Catatan Setelah Menonton Hati ke Hati


Oleh : Wurry Parluten

Membaca sinopsis film Hati ke Hati, seperti sebuah ironi 2 tokoh. Tokoh pertama bernama Kinaras yang sudah sekian tahun menikah tapi belum punya anak. Tokoh kedua bernama Lara, adalah seorang pelacur kelas atas yang memperjuangkan anaknya.

Dua sisi kehidupan yang berbeda. Kinaras adalah seorang pengusaha butik dan istri yang mencurigai suaminya (selingkuh), sementara Lara adalah seorang istri yang “dijual” oleh suaminya. Menonton film ini seperti melihat 2 perempuan yang punya cerita hidup berbeda, lalu sebuah kejadian mempertemukan mereka.

Seperti biasa, saya tidak akan membahas masalah ceritanya, karena sudah ada di dalam sinopsis. Saya akan membahas tentang bagaimana membuat film dengan gaya membandingkan 2 karakter yang kontras? Kenapa saya bahas ini? Menurut saya hal ini unik, jika nanti kita akan membuat film dengan gaya yang sama. Artinya, kita bisa menerapkan bukan untuk konsumsi film bioskop saja. Tapi juga konsumsi film TV. Atau kalau istilah sekarang ada TVM di RCTI, lalu FTV di SCTV.

Kekontrasan karakter ini bisa tergambar dari berbagai cara, antara lain:

1. Penampilan Fisik
Seperti halnya film Hati ke Hati ini. Yang satu memakai jilbab, sedang yang satu lagi penampilannya seksi. Atau misalkan kita akan membuat cerita dengan 2 karakter lain. Misal yang satu penampilannya slenge’an. Pakai jeans robek, kaos belel, penampilan gembel banget deh. Sedang yang satu lagi memakai jas, dasi, pokoknya terlihat necis. Lalu ceritanya bisa kita mainkan di sini. Pertanyaannya? Gimana kalau ada seorang cewek yang ingin mencari pacar sempurna. Baik, kaya, dan berpendidikan. Kita bisa mainkan sesuai selera kita dalam membuat cerita. Misal, tahu-tahu si Gembel itu ternyata pemilik perusahaan tempat si Necis menjadi Manajer. Ini contoh, lho.

2. Gaya Bicara
Misal ada 2 tokoh laki-laki. Yang satu sedikit-sedikit menyebut kalimatullah, yang satu lagi ngomongnya nggak jauh-jauh dari ng*nt*t. Cerita bisa kita mainkan, misal... Ternyata yang suka bicara bawa-bawa nama Allah ini membiasakan ngomong seperti itu karena dia sadar, tidak ada waktu selain untuk mengingat Allah. Sementara yang satunya hanya untuk menunjukkan kekesalan, bahwa dia adalah anak haram yang protes dengan kelahirannya yang tidak diinginkan.

3. Lingkungan
Kita bisa membuat yang agak nyeleneh-nyeleneh sedikit kalau mau. Misal ada tokoh yang di kantornya terlihat kaya, terpandang, pokoknya sukses. Tapi di rumahnya, dia tinggal di istana yang dikelilingi oleh rumah kumuh. Terus yang di kantor ada seorang office boy, selalu direndahkan, dsb. Ternyata dia tinggal di rumah sederhana yang berada di sebuah komplek mewah. Gimana cara mengawinkan cerita itu? Pikir saja sendiri, gue aja bingung! :D

4. Psikologi
Yang satu orangnya temperamen, yang satu lagi orangnya sabar. Keduanya menikah dan tinggal di dalam satu rumah. Muncul kejadian satu malam yang menyebabkan si temperamen malah jadi sabar, si sabar malah jadi temperamen. Nah, lho! Wkwkwk...

5. Ukuran Sepatu
Ini juga bisa jadi cerita. Yang satu sepatunya ukuran 44, yang satu lagi sepatunya ukuran 35. Biasanya yang 35 ini bahkan di pasar biasa juga ada. Terus kalau sepatu yang ukurannya 44? Wah, ini ukuran bule. Susah nih nyarinya.

Dari 5 hal itu (masih banyak lagi, lho) bisa jadi pembahasan kalau kita ingin menjadi moviemakers (movers). Artinya, kalau kita rajin-rajin nonton film Indonesia, bukan tidak mungkin kita akan menemukan ide baru yang memunculkan kreatifitas kita. Seperti halnya catatan saya menonton film “Hati ke Hati” ini.

Semoga berguna!!!

Comments