Ini adalah hasil
obrolan di grup facebook Nulis Script
Yuk, adminnya bernama Mbak Rachmawati.
Di situ juga ada skenario Gajah Mada yang tayang di MNC TV, sila diunduh bagi
yang berminat. Jadi kalau ada yang mau download sekalian belajar, monggo!
Saya sempat
obrol-obrol dengan Mbak Rachma, yang intinya saya heran, kenapa penonton kita
sering bilang bahwa ide-ide film Indonesia kurang berkembang? Sebagai penulis,
salah saya ada dimana? Saya mencaritahu ke berbagai tempat, dan mencoba cari
jawaban. Ternyata nyambung dengan Mbak Rachma, bahwa memang ini masalah
idealis. Di sinilah saya kembali flashback ketika zaman kuliah, saat itu saya
bertanya-tanya, idealis itu apa sih sebenarnya?
Pertama yang saya
lakukan ada mengecek wikipedia,
dan yang muncul adalah kata idealisme. Ternyata idealis itu mengedepankan
hal-hal yang menyangkut masalah ide, masalah materi dan fisik itu urusan
belakangan. Saya sambungkan lagi dengan nasehat dari mas Arturo yang
intinya, paling tidak dengan saling bertukar ide (brainstorming) kita bisa menemukan
yang namanya Solusi Imajiner.
Sebagai contoh,
coba kita lihat kenapa ada akun Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono? Kalau kita rasakan secara langsung, mungkin kita
akan protes, sebab buat apa ada akun begitu? Untungnya buat saya apa? Kira-kira
begitulah pertanyaan dari temen saya waktu saya suka iseng ikutan nimbrung
ngetwit di akun tersebut. Dulu saya juga bingung, ngapain juga coba? Tapi
sekarang saya jadi tahu, gunanya akun itu adalah untuk saya belajar. Belajar
apa? Belajar jadi Presiden? Saya bilang, iya. Paling tidak saya bisa menjadi
presiden untuk diri saya sendiri.
Itulah salah satu
yang disebut dengan solusi imajiner. Paling tidak saya punya kesimpulan bahwa,
seperti itulah rasanya jadi Presiden. Saya kira tugas Presiden itu potong pita,
bikin lagu, pokoknya yang terkesan enak banget. Padahal sebenarnya dia
memikirkan kita. Kita seluruh rakyat Indonesia ini. Masalahnya kalau Presiden
salah dalam mengambil keputusan, kita juga kena imbasnya, kan? Baru kemudian
saya memahami jalan pemikiran Presiden kita satu itu. Ya, paling tidak dari
tahun 2008 saya protes, sekarang sudah bisa melihat bahwa Presiden kita itu sibuk
memikirkan kita. Malah sekarang saya jadi bertanya sendiri, apakah kita sama
seperti dia yang sibuk memikirkan rakyat banyak? Tanyakan sendiri pada hatimu!
Ada lagi yang
namanya utopia, ini semacam tujuan
dari idealis itu tadi (gampangnya begini saja mengartikannya). Penggambarannya
begini, idealis itu kita, sementara utopia itu tujuannya. Yang menarik adalah
proses si idealis menuju utopia itu. Sama seperti halnya kita ingin membuat
sebuah film. Kita punya bayangan karakter perempuan yang sesuai dengan apa yang
ada di hati. Maka kita menulis sebuah skenario dengan gambaran mengikuti imajinasi
kita tentang tokoh tersebut.
Misal secara fisik
dia begini, lalu secara psikologis begini, kemudian secara pergaulan sosial
begini, maka penggambaran karakternya seperti Maudi Ayunda (misalkan). Beda
lagi kalau kita menulis yang karakternya seperti Dewi Perssik atau mungkin
Julia Perez. Atau kita mau saling-silang, karakter seperti Maudi Ayunda
diperankan oleh pemain seperti Dewi Perssik. Bisa saja, kan? Kita eksperimen
sesuatu sambil melihat, akting Dewi Perssik itu bagaimana?
Jika utopia itu
adalah sebuah masyarakat yang sempurna (dalam ranah ide), lalu diwujudkan ke
dalam sebuah film, maka paling tidak kita punya tuntunan bahwa masyarakat yang
sempurna itu ya seperti itu. Contoh, coba tonton film-film futuristik yang
menggambarkan keadaan dunia di masa depan. Dalam kenyataan kan belum ada, tapi
paling tidak di dalam film sudah ada. Dengan adanya film, maka kita dibantu
untuk mendefinisikan masa depan melalu media audio visual.
Dari sini saya
berkesimpulan bahwa, film adalah solusi imajiner yang akan kita sampaikan
kepada orang banyak. Semakin baik dan berkesan masuk akal solusi imajiner kita,
maka semakin mudah dicerna oleh masyarakat kebanyakan. Biasanya seperti itu.
Semoga berguna!!!
Comments
Post a Comment