Oleh: Wurry Parluten
Di Palembang sedang tayang film Cinta/Mati, karya sutradara Indonesia Ody C Harahap. Siapa Bang Ody? Dia pernah menyutradarai film-film seperti : Alexandria (2005), Kawin Kontrak (2008), Punk in Love (2009), Ratu Kos Mopolitan (2010), dsb. Saya tidak hendak membahas film-film sebelumnya, kali ini lebih fokus ke film Cinta/Mati (C/M).
C/M adalah film dengan gaya minimalis, dimana pemainnya sedikit, sehingga sang Sutradara harus maksimal mengolah kemampuan akting pemainnya. Di sini fokus cerita ke 2 karakter utama. Yaitu Jaya, yang diperankan oleh Vino G. Bastian. Lalu Acid, yang diperankan oleh Astrid Tiar. Banyak yang bisa kita pelajari dari film ini, terutama bagi mereka yang bermimpi menjadi aktor/aktris. Kita bisa belajar bagaimana akting yang ekspresif, walaupun pemainnya sedikit cerita tetap tidak membosankan.
Selain kemampuan aktor/aktris-nya, film ini juga punya kekuatan dari segi cerita. Kita mulai dari segi ide saja. Ceritanya Acid yang hendak bunuh diri, tiba-tiba bertemu dengan Jaya yang ngakunya rocker. Kedua orang ini lantas melakukan perjalanan yang, menurut saya, sama sekali di luar dugaan. Perjalanan mereka ini unik, asyik dan menggelitik. Seperti sebuah perjalanan hidup yang dikemas dalam 2 jam (kurang-lebih), namun rapi.
Jika ingin belajar dialog dalam membuat skenario, ada baiknya menonton film ini, deh. Dialognya benar-benar berisi dan beda. Dialognya sangat mewakili karakter yang bisa berubah dalam satu malam. Bagi mereka yang gemar mempelajari karakter orang, film ini sangat rekomen untuk dijadikan sebuah studi. Bagaimana karakter orang yang frustasi lalu bunuh diri? Lalu ada karakter lain yang merasa bahwa dia akan bisa menjadi legenda rocker.
Dengan kekuatan ide dan karakter tersebut, film ini menjadi unik. Seperti kita menggarap sebuah cerita, ide dan karakter adalah tonggak utama dalam menentukan plot. Karena kita akan mengkomunikasikan visi dan misi kita ke penonton lewat ide, lalu karakter yang kita bangun di film tersebut. Gampangnya, seperti membayangkan kalau kita ingin bikin film tentang sesuatu, lalu dimainkan oleh aktor/aktris tertentu.
Kurang fair rasanya kalau tidak membandingkan film ini dengan film lain. Kali ini saya akan membahas perbandingan C/M dengan film sekelas Sundance Film Festival yang berjudul Before Sunrise (1995), sutradara Richard Linklater. Secara garis besar film ini bergaya sama. Sama-sama membuat film dengan memaksimalkan kemampuan akting 2 pemainnya.
Linklater sendiri adalah salah satu sutradara independen ternama dunia. Dia punya gaya yang unik dalam setiap menyutradarai film. Sebut saja yang paling berkesan di kita adalah penampilan Jack Black di film School of Rock (2003).
Bagi para filmaker independen, C/M bisa dijadikan pembelajaran. Kita bisa menelaah bagaimana proses membuat sebuah ide sehingga bisa menjadi sebuah film. Sederhananya begini, kalau kita ingin membuat film tapi punya budget sedikit, cara seperti ini bisa kita pakai. Yaitu dengan membayar 2 aktor/aktris mahal, lantas memaksimalkan kemampuan aktingnya di dalam sebuah film. Tinggal bagaimana cara kita mengemas ceritanya, sehingga bisa jadi unik dan menarik.
Jujur saja, saya justru lebih suka gaya bertuturnya C/M ketimbang Before Sunrise. Soalnya C/M punya ide yang lebih unik dan menarik. Ini bisa jadi bukti, bahwa film Indonesia tidak kalah dengan film Luar Negeri. Meskipun film luar itu sekelas Sundance Film Festival.
Comments
Post a Comment