Oleh : Wurry Parluten
Saya ingin berbagi cerita tentang pengalaman saya mudik ke rumah Eyang di Malang. Karena uang kami pas-pasan, maka kami menempuh perjalanan dengan angkutan murah. Saya menemukan banyak hal selama perjalanan, terutama masalah hobi motret. Pikir saya, walau saya motret pakai kamera handphone Samsung C6625, saya harus maksimal. Minimal punya sesuatu yang enak dilihat oleh orang banyak.
Ternyata selama perjalanan itu saya menemukan hal yang menarik dalam memotret. Saya suka dengan simbol-simbol yang saya temukan selama perjalanan. Simbol-simbol ini secara nggak sadar sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Seperti foto di atas, menjelaskan bahwa kita dilarang merokok di tempat umum. Padahal zaman dulu orang bebas merokok di stasiun Kereta Api, sehingga yang namanya stasiun terkesan semrawut. Tapi kali ini stasiun sudah berubah menjadi tempat yang bersih dan nyaman.
Satu hal yang saya senang dari perjalanan kali ini adalah, saya menemukan peta perjalanan di Kereta Api. Peta itulah yang membuat saya bisa mengira-ngira, masih sejauh mana perjalanan kami. Biasanya kalau kita nggak tau peta, kita suka merasa perjalanan jadi lama. Kita juga suka membawa peta sendiri, tapi itu kan kesannya ribet. Jika di setiap kendaraan ada peta seperti itu, saya rasa akan memudahkan penumpang mengetahui kemana tujuannya.
Simbol itu sering kita abaikan kalau kita melakukan perjalanan. Padahal fungsi simbol tersebut adalah, untuk membantu kita kalau-kalau terjadi "sesuatu" di perjalanan tersebut. Seperti foto di kapal feri di atas, yang intinya, menjelaskan bahwa itu adalah tempat berkumpulnya para penumpang jika terjadi bahaya.
Kalau kita berada di stasiun KRL Jabodetabek, kita sulit membedakan mana stasiun ini, dan mana stasiun yang itu. Salah satu cara agar kita bisa menjelaskan perbedaannya adalah tulisan di stasiun. Tulisan ini menjadi penting, karena itu menunjukkan dimana tempat kita berada.
Dalam memotret ada yang disebut angle. Sederhananya adalah, bagaimana cara kita mengambil posisi motret, sehingga informasi yang ingin kita sampaikan mengena. Sebagai contoh foto ambulance di Tanah Abang.
Selain simbol ada juga semacam plang, yang menjadi penunjuk fungsi sebuah ruangan. Seperti yang ada di terminal Blitar ini. Jujur, saya baru sekali ini melihat langsung ada ruangan yang khusus diperuntukkan bagi ibu menyusui. Dari tulisan di plang itu, kita jadi tahu dimana keberadaan ruangan tersebut. Jadi foto ini bukan saja berisi informasi tentang ruangan menyusui, tapi juga menunjukkan tempat.
Jika dalam sebuah perjalanan kita menemukan semacam kejadian, buru-buru kita langsung memotret kejadian tersebut. Yang menarik adalah, bagaimana kita menyampaikan pengalaman kita tanpa harus menjelaskannya dengan kata-kata. Seperti foto tentang Damri di atas, dari gambar tersebut kita bisa tahu bahwa ada kejadian pecah ban. Yang saya suka dari foto itu adalah komposisinya, tanpa harus memotret keseluruhan bis. Cukup dengan tulisan "Damri" dan kondisi ban yang pecah.
Dalam memotret ke tempat wisata, terkadang kita kebanyakan memilih foto narsis. Padahal ada yang lebih penting dari sekedar narsis, yaitu berbagi pengalaman ke sana. Salah satu contoh berbagi ini adalah, dengan memotret plang yang bertuliskan harga tiket. Yang melihat foto itu akan tahu, berapa harga tiket jika ingin ke sana.
Ada banyak lagi foto yang saya dapat selama mudik. Dari semua foto itu saya menemukan, bahwa tidak selamanya menggambarkan tentang mudik dengan motor dan mobil yang ketemu macet. Banyak sudut pandang berbeda yang bisa kita ambil, yang mewakili diri kita.
Karena berbeda, lama-lama ini menjadi gaya kita dalam memotret, alias ciri khas. Kalau sudah menjadi ciri khas, maka orang akan mengingat bahwa gaya kita ya seperti ini.
(Nusa Indah, 15 Agustus 2013)
Comments
Post a Comment